PERLAWANAN PANGERAN PAKIS DI BUMI BLAMBANGAN
Pengangkatan Raden Tumenggung Wiroguno menjadi regen bukan
saja berarti mengesahkan kedudukan selir dinasti Tawang Alun sebagai pewaris
tahta, tetapi juga sebagai alat politis VOC.
Perpindahan Nagari(ibukota) dari pedalaman ke Banyuwangi di pantai
timur, dan diikuti oleh perpindahan regen bersama semua pembantunya menunjukan
adanya perubahan fisik. Ini memberikan kesempatan kepada pengikut Pengeran
Pakis untuk memperkuat diri di Jawikuta(luar kota), baik di Wanadri(pedalaman)
maupun di pasisiran(pantai selatan). Regen dan pembantunya mempunyai kedudukan
yang kuat hanya di ibukota di sekitar pantai timur. Pada intinya tidak terjadi
perubahan yang mendasar, jika melihat struktur lama tetap dipertahankan meski
resikonya kekacauan(kaliyuga) terus berlanjut, dan pada giliranya terus merosot.
Kedudukan Pangeran Pakis terus menguat seiring dengan
keberhasilannya menguasai daerah penghasil beras di pedalaman, dan mendapat
dukungan dari sekutunya, pedagang yang telah memindahkan pusat kegiatannya di
pantai selatan. Akibatnya kedudukan regen di Kutalateng sangat lemah walaupun
mendapat dukungan dari VOC. Regen Tumenggung Sutanegara dan penggantinya Kertawijaya
tidak mampu melawan karena tidak cukup memiliki pengikut, dan tidak mampu menyerahkan
beras kepada VOC sesuai kontrak. Dalam keaadaan terdesak, maka regen terpaksa
meminta bantuan VOC untuk mengamankan daerah penghasil beras di pedalaman.
Pada tanggal 5 Agustus 1771 VOC menyerang dan menguasai Gambiran,
sebuah dusun penghasil beras yang sangat subur, yang letaknya sekitar 10 Km di
sebelah Barat daya Banyuwangi sekarang. Tujuannya agar Pangeran Pakis yang
berkedudukan di Bayu kekurangan bahan makanan. Wadwa Alit di Gambiran tidak
melakukan perlawanan terhadap serangan VOC tetapi lari ke hutan sehingga
memudahkan VOC. VOC melanjutkan seebuannya ke Tomogoro. Tomogoro terletak
sekitar 6 Km di sebelah tenggara Bayu merupakan penghasil beras yang paling
dekat dari Bayu dan Tomogoro merupakan tempat yang sangat penting bagi Pangeran
Pakis. Selain itu Tomogoro juga menjadi tempat menimbun semua persediaan yang
diperlukan sebelum diangkut ke Bayu. Wadwa Alit yang telah mengetahui sebelumnya
menghindari serta membawa semua perbekalan menuju Bayu. Di sepanjang jalan yang
menanjak dan licin, Jagabela menebang banyak pohon agar bisa menutup jalan
sehingga tidak dapat dilewati.
VOC yang sudah kelelahan dalam menempuh perjalanan yang sulit,
dan kehabisan perbekalan terpaksa harus mundur ke Ulupampang. Setelah kegagalan
menyerang Bayu, VOC mencoba langkah alternatif dengan memberhentikan
Kertawijaya sebagai regen dan mengangkat kembali Sutanegara pada bulan Oktober
1771, dengan gelar Jaksanegara.
Mengangkat kembali Jaksanegara berarti mengembalikan tahta
kepada keturunan premaisuri dinasti Tawang Alun. Walaupun VOC telah
mengembalikan tradisi, tetapi Pangeran Pakis tetap tidak mengakui kepemimpinan
regen. Kegigihan Pangeran Pakis dalam melanjutkan perjuangan I Gusti Agung Wilis,
maka Pangeran Pakis mendapat sebutan Pangeran Wilis II.
Pengalaman pahit VOC ketika menyerang Bayu dari Tomogoro,
memaksa VOC menyerang Bayu dari sebelah Utara yaitu dari Dusun Songgon. Songgon
tidak dikuasai Pangeran Pakis dan jaraknya lebih dekat dari Bayu dibandingkan
dengan jarak dari Tomogoro ke Bayu. Pada tanggal 14 Desember 1771, VOC sudah
mempersiapkan sekitar 2000 laskar Madura di bawah pimpinan Alapalap, sebagai
laskar terdepan yang akan digunakan untuk menyerang Bayu. Dibelakan dilapisi
oleh serdadu Eropa yang dilengkapi dengan meriam yang dipimpin oleh kapten Van
Schaar. Barisan belakang menggempur Bayu sebelum Alapalap bergerak maju. Mendengar
penyerbuan VOC dari arah utara, dengan gerak cepat Pangeran Pakis memimpin
sendiri penyerangan ke Songgon pada tanggal 15 Desember 1771, bersama 1000 orang
Jagabela yang bersenjatakan keris, pedang dan tombak. Kekuatan Jagabela yang
abadi Bayu dikerahkan menyerang Songgon. Melihat kekuatan laskar Pangeran Pakis
yang begitu banyak, sebagian besar laskar Madura di bawah pimpinan Alapalap lari
sebelum bertarung. Pihak VOC yang ada dibelakang juga terdesak dan lari
meninggalkan semua perlengkapan perang. Serdadu Eropa terus terdesak sehingga
kapten Van Schaar terbunuh. Pertempuran yang sengit juga memakan korban yang
banyak, bahkan Pangeran Pakis juga gugur dalam arena pertempuran. Sebagai ungkapan
rasa balas dendam mereka atas meninggalnya Pangeran Pakis, beberapa Jagabela
mencincang mayat Van Schaar.
Sebagaian Jagabela yang masih hidup kembali ke Bayu, dan
menghimpun kekuatan kembali di bawah pimpinan Bapa Endo dan Bapa Larat. Keduanya
ialah pengikut setia Pangeran Pakis, sedangkan beberapa orang serdadu Eropa
yang masih hidup mundur ke Ulupampang pada tanggal 20 Desember 1771.
Selama hampir satu tahun VOC tidak berani menyerang ke Bayu,
sehingga selama itu pengikut Pangeran Pakis di bawah Bapa Endo dan Bapa Larat
dapat menyusun kekuatan kembali. Daerah penghasil beras yaitu Gambiran dan
Tomogoro diduduki kembali, sehingga regen Jaksanegara kesulitan untuk
menyerahkan beras yang sudah ditargetkan kepada VOC pada akhir tahun 1771. Meskipun
tahun berturut-turut regen tidak mampu menyetorkan kewajibannya kepada VOC sesuai
kontrak. Keadaan ini pada akhirnya mendorong VOC untuk mencoba menghancurkan
Bayu.
Pada tanggal 1 Oktober 1772 yaitu setelah hampir satu tahun
gagal menyerang Bayu, VOC berusaha menghimpun kembali 5000 orang laskar
termasuk beberapa orang serdadu Eropa. Songgon yang tidak diduduki sisa pengikut
Pangeran Pakis kembali dijadikan benteng pertahanan untuk menyerang Bayu. Bapa
Endo sebagai pemimpin yang menggantikan Pangeran Pakis memerintahkan Jagabela
untuk memperkuat Bayu dengan cara menebang pohon kayu yang ada di sepanjang
jalan masuk dari utara maupun selatan. Semua Jagabela yang menduduki Tomogoro
ditarik ke atas bukit Bayu.
Pada tanggal 11 Oktober 1772 VOC mengerahkan semua kekuatanya
menggempur Bayu, tetapi selama dua bulan Bapa Endo dapat bertahan bersama
sekitar 1000 orang pengikutnya yang setia. Pengiriman perbekalan di pihak VOC
cukup lancar karena jalan dari Ulupampang menuju Songgon bebas dari gangguan
Jagabela. Sekitar bulan Desember 1772 Bapa Endo dan Wadwa Alit mengalami kekurangan
perbekalan karena bahan makanan yang ada ternyata tidak mampu mencukupi
kebutuhan semua laskar yang ditarik dan dipusatkan di Bayu. Bayu yang sudah sulit
dipertahankan lagi, maka Bapa Endo bersama pengikut Pangeran Pakis berusaha meloloskan
diri ke sebelah selatan. Arah selatan yang Bapa Endo dan pengikut Pangeran
Pakis untuk melarikan diri lebih aman dan tidak ada penghadangan, VOC hanya menempatkan
serdadunya di sebelah utara. Selain itu Bapa Endo mengharapkan dapat berhubungan
dengan para pedagan di pantai selatan.
Ketika Bayu dalam keadaan dikosongkan oleh Bapa Endo dan pengikut
Pangeran Pakis maka VOC dengan mudah menduduki Bayu, merusak dan membakarnya. Setelah
pembumi hanguskan Bayu berjalan lancar kemudian serdadu VOC kembali ke Ulupampang
pada tanggal 18 Desember 1772. Sejak itu VOC tidak pernah lagi mengirimkan
ekspedisi secara besar-besaran ke pedalaman. Pedalaman dianggap aman, sedangkan
sekitar 1000 orang sisa pengikut Pangeran Pakis dibawah komando Bopo Endo
mendirikan pertahanan baru di Gendong. Gendong terletak di sebelah selatan Bayu
sehingga lebih dekat dengan kedudukan pedagang di pantai selatan.
Sisa pengikut Pangeran Pakis tetap kuat di pedalaman meskipun
Bayu telah hancur. Kuat di pedalaman, berarti menguasai sumber penghasilan
beras. Hal ini mengakibatkan regen dan penggantinya dukungan VOC yang berkedudukan,
tidak mampu memenuhi kewajiban kepada VOC.
Regen gagal menjadi alat yang efektif untuk menunjang
kepentingan VOC di Blambangan, sebab regen bukanlah satu-satunya kekuatan
politik yang ada di Blambangan. Pangeran Pakis bersama pengikutnya merupakan
politik lainnya dan juga menjadi saingan yang cukup kuat terhadap kedudukan regen.
VOC yang menjadi penunjang kedudukan regen, bahkan kemudian
seolah-olah menggantikan fungsi Jagabela, juga gagal untuk menjadi stabilisator
di Blambangan.
Gambar hanya ilustrasi
Sc:banjoewangitempoedoeloe
Komentar