Langsung ke konten utama

Rangkuman Puputan Bayu karya Sumono Abdul Hamid

PUPUTAN BAYU (BLAMBANGAN MEMBARA)
OLEH: SUMONO ABDUL HAMID

            Cerpen sejarah ini terinspirasi novel TRI LOGI SEMENANJUNG, buah karya PUTU PRABA DRANA, dan juga buku para sejarahwan DR, Sri Margana, Drs I Made Sudjana MA, Hasan Ali.
            Pendahuluan desertasinya Doktor Leiden University Sri Margana (dosen sejarah UGM) Java’s Last Frontier. The Struggle for Hegemoni Blambangan yang sangat menggilitik yang menulis : The Foundation of This Study is Fairly Simple Question ; Why Did Such s Long Time (aproximately forty years) to Incorporate This Region Succesfully in the VOC Administration.
            Selanjutnya Dr Sri Margana menuliskan :...
Penduduk di kawasan itu (Blambangan) berkeras menolak pemerintahan Belanda, dan terlibat dalam pertarungan panjang melawan VOC hampir-hampir mengorbankan segalanya untuk mempertahankan idealisme mereka. Kemudian pada paruh akhir abad ke 18 Inggris menambah panas situasi tersebut ketika mulai mengusik kawas ini dalam rangka mencari komoditas alternative untuk perdagangan ke China.
            Betapa membaranya daerah ini Dr, Sri Margana mencatat melalui fakta sebagai berikut...
Pada awal tahun 1767 terdapat arus yang cukup kentara dalam laporan-laporan dan korespondensi lain yang dikirim dari ujung Timur Jawa ke Gubernur Jenderal dan Konsul di Batavia. Selama dekade 1767 s/d 1777 Gubernur Jenderal di Batavia menerima tidak kurang dari 450 laporan dan dokumen yang dikirim oleh para penjabat VOC Belanda dari berbagai tingkatan yang bekerja di Ujung Timur.
            Begitu juga tulisan sejarahwan Drs, I Made Sudjana MA dan Nagari Tawon Madu dan Hasan Ali, Perang Puputan Bayu yang mengutip pendapat Lekerker 1923. 1956, peperangan ini diakui sebagai perang yang paling kejam (“De Dramatische Verenieetiging het Compagniesleger).
            Agar seimbang, tentu perlu digambarkan disini tentang VOC menurut Perspektive yang Objektif.
            Belanda negara dibawah laut, berhasil bebas dari penjajahan Spanyol, setelah Inggris memukul telak armada Spanyol, banyak pelaut Belanda yang mengikuti perjalanan armada Spanyol yang menemukan sumber rempah-rempah di Timur. Berdasar keahlian maritim dari Spanyol inilah kemudian Belanda menemukan sumber rempah-rempah yang telah ditemukan lebih dahulu oleh orang Spanyol, Portugis, Inggris yaitu kepulauan Nusantara. Untuk dapat mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya atas perdagangan rempah-rempah ini maka dibentuklah badan dagang VOC. Jadi VOC adalah badan dagang yang bebas. Dan hanya memberikan upeti kepada pemerintah Belanda. Sebagai badan dagang maka pertimbanganya adalah mengeruk keuntungan sebesar-besarnya. Yang lebih parah lagi VOC telah dihinggapi penyakit korupsi yang parah. Pada tahun 1750 kekuatan dagang VOC di Eropa telah diambil alih oleh perusahaan dagang Inggris, sehingga pusat perdagangan yang semula berada di Amsterdam telah dipindah ke London.  Di satu sisi kekuatan VOC diluar Jawa mulai rapuh akibat gempuran perlawanan kekuatan Pribumi. Hanya di Jawa kekuasaan di Jawa semakin kokoh karena adanya perebutan kekuasaan yang sering terjadi.
            Mengutip pendapat JJ Steur. JJ Steur menandai paruh akhir abad ke 18 sebagai titik kulminasi exspansi teritorial VOC di Jawa, namun sayangnya proses ini dibarengi dengan mundurnya prestasi ekonomi VOC di kepulauan Indonesia. Perusahaan Hindia Timur Belanda (VOC) dilikudasi secara formal tahun 1799.
            Jadi perang Wong Agung Wilis pada periode sangat genting keberadaan VOC. Maka pantaslah perang ini adalah perang yang mempertaruhkan existensi VOC. VOC ternyata menang dalam pertempuran yang sangat sadis tetapi kalah dalam perang. Dan VOC melampiaskan kemarahannya dengan melakukan pembunuhan besar-besaran terhadap dua keturunan atau Tumpas Kelor (menghabisi atau Genosida) pada keturunan Suropati dan Blambangan.
            Sebagai cerpen tentu ada bumbu-bumbu yang membuat cerita ini memberikan imajinasi, nama-nama fiktif.
            Cerpen ini menceritakan tentang pertempuran di Blambangan pada masa Wong Agung Wilis sampai pertempuran Pangeran Rempeg Jagapati. Suatu perlawanan terhadap keinginan VOC menduduki Blambangan. Perlawanan ini bukan sebuah perlawanan yang terpisah, tetapi adalah rangkaian perlawanan yang tak terputus.
            Penyerahan Java’s Oosthoek
Pada tahun 1743, Raja Pakubuwana II dari Mataram menyerahkan Java’s Oosthoek (dari sebelah timur Malang sampai Banyuwangi) kepada VOC sebagai balasan atas pengembalian tahnyanya yang direbut pemberontak. Penyerahan kawasan ini berdasarkan atas sebuah klaim teritorial kuno Mataram yang sebenarnya jauh dari realitas aktual. Karena Malang, Lumajang tetap dikuasai penuh keturunan Suropati, sementara Blambangan masih dikuasai oleh keturunan Tawangalun. Tentu saja hal ini menimbulkan perlawanan terhadap keputusan yang semena-mena itu. Maka tidak salah bahwa dua keturuan ini, yang tidak pernah mengakui kekuasaan Mataram melakukan persiapan melawan keputusan itu. Konsistensi dan kesatuan keturunan Suropati menentang Belanda sukar dicari bandingnya. Demikian juga Blambangan yang selalu dapat lepas dari Mataram sangat menolak penjajahan asing.
            Di sisi lain perusahaan dagang Inggris East India Company, sangat berambisi meluaskan kekuasaannya hingga kebelahan timur Indonesia untuk menjamin perdagangannya dengan Cina dan explorasi Australia dengan mempererat hubungan dengan Blambangan. Serta mendapatkan tanah pijakan.
            Keinginan The Great Britain ini, tentu sangat ditentang oleh VOC, karena kedudukan VOC diluar Jawa dan Banten sudah sangat merepotkan VOC. Apalagi The Great Britaian telah melakukan pukulan telah di Eropa yaitu merebut pusat perdagangan Eropa/dunia dari Amsterdam ke London, sangat menyakitkan. Maka jika bagian Timur Nusantara jatuh dalam kekuasaan Inggris tamatlah VOC.
            Maka perlawanan ini harus segera dibungkam. Pada bulan Juni 1766 Hoge Regering menetapkan keputusan untuk mengirim expedisi ke Timur. Expedisi selain menaklukan Blambangan juga dimaksudkan untuk melakukan hukuman pada keturunan Untung Surapati, yang sangat berbahaya yaitu TUMPES KELOR (atau membunuh seluruh keturunan Untung Suropati).
            Penyerbuan Banyualit
VOC melakukan serangan darat brutal di Malang dan Lumajang. Tidak ada sedikitpun usaha-usaha diplomasi untuk meredam perlawanan ini. Perlawanan ini tentu saja mengundang Wong Agung Wilis untuk mengirim pasukan ke Lumajang untuk membantu pasukan keturunan Suropati melawan serang brutal VOC. Expedisi dibawah pimpinan Baswi, kawan seperguruan Wong Agung Wilis. Serta mempersiapkan pasukan Blambangan di Jember/Kedawung. Kekuatan VOC dalam gelar TUMPES KELOR keturunan Suropati, tak terbendung, seluruh keturunan Suropati dihabisi. Maka pasukan Blambangan yang dipimpin Baswi terpaksa mundur teratur kearah Jember, meskipun demikian Baswi dapat merebut beberapa meriam dan puluhan senapan VOC. Dengan melalui jalan berliku Baswi dapat membawa senjata tersebut mencapai puncak Raung. Berita kehancuran keturunan Untung Suropati, telah membuat Wong Agung Wilis memperkuat pertahanan darat di Jember/Kedawung dan sama sekali tidak menyangka VOC mengerahkan armada besar untuk menyerang Blambangan melalui laut. Pemusatan pasukan darat di sekitar Jember telah menguras kekuatan Blambangan di laut.
            Dibawah pimpinan Edwijn Blanke expedisi militer VOC diberangkatkan pada awal februari terdiri atas 335 serdadu eropa, 3000 laskar lokal (Mataram, Madura), 25 buah kapal besar dan beberapa puluh perahu kecil menyerbu Blambangan. Armada Blambangan dipimpin Harya Lindu Segara dan Ditya Jala Rante didukung armada Bugis dipimpin Rencang Warenghay mencoba menghadang armada laut Belanda tersebut. Menghadapi armada VOC yang modern dan terlatih armada Blambangan tak berdaya. VOC menghancurkan armada Blambangan dan menewaskan Ditya Jala Rante dan merebut Panarukan tanggal 27 februari. Sedang hanya Lindu Segara mengundurkan diri dan membawa armadanya, dan membangun kembali armada lautnya di Nusa Barong. Kekalahan armada laut di selat Madura, membuat armada pengaman di selat Madura. Peluang itu digunakan pimpinan armada Bugis Rencang Warenghay, melakukan keonaran di pantai Pasuruan, Bangil dan Gresik, akibatnya perang di Blambangan menyebar ketakutan di seluruh pantai Jawa dan luar Jawa.
            VOC mendarat di Banyualit 23 maret 1767, kemudian menjepit Blambangan dari dua arah dengan menyerbu Ulupampang dan kota Lateng sekaligus. Karena kekutan Blambangan dipersiapkan di Jember maka Blambangan dengan cepat dikuasai oleh Belanda. Belanda kemudian membangun benten Banyualit, sementara Wong Agung Wilis mengundurkan diri ke Alas Purwo dan menyatukan dengan kekuatan laut di Nusa Barong. Dengan cepat Wong Agung Wilis telah mampu menghimpun pasukan sebanyak 6000 orang.
            Setelah menetapkan cengkramannya di Banyualit, VOC mengangkat mas Anom menjadi Regent Blambangan. Wong Agung Wilis, segera bertindak mempengaruhi mas Anom agar menolak pengangkatan itu dan bergabung dengannya. Mas Anom menyutujui. Melihat gelagat yang tidak baik ini VOC meminta bantuan dari Surabaya.
            Mengira benteng Banyualit tidak memiliki kekuatan yang cukup, Wong Agung Wilis menyerbu benteng Banyualit. Tapi malang tak dapat ditolak, bersamaan dengan penyerangan itu bantuan Belanda dari Surabaya tiba di Banyualit di bawah pimpinan A.Groen. Expedisi ini terdiri dari 13 kapal perang, 302 tentara Eropa, 3100 tentara lokal. Jadi dengan demikian total seluruh pasukan Eropa 657 orang, 6100 tentara lokal. Tembakan meriam tidak saja berasa dari benteng Banyualit tetapi juga datang dari armada A.Groen dari laut. Banyualit banjir darah. Wong Agung Wilis mundur ke kota Lateng. Sekali lagi kota Lateng dikepung pasukan VOC dari Ulupampang dan Banyualit. VOC memberi ultimatum agar Wong Agung Wilis menyerah. Wong Agung Wilis menolak. Dengan sisa pasukan Blambangan Wong Agung Wilis melanjutkan pertempuran yang dikenang sangat heroik oleh Wong Blambangan. Akhirnya Wong Agung Wilis, ditangkap dan dibuang ke pulau Banda pada 6 september 1768.
            Pemberontakan Pseduo Wilis/Pangeran Rempeg Jagapati
Setelah kompeni melumpuhkan pemberontakan Wong Agung Wilis dan membuangnya ke Banda, kompeni semena-mena menghapus kerajaan Blambangan. Dan membelah Blambangan menjadi dua wilayah Blambangan Barat meliputi Jember, Bondowoso, Situbondo, Lumajang dan Blambangan Timur (Banyuwangi) dan mengangkat para Bupati dari luar Blambangan.
            Rakyat Blambangan marah dan perlawanan kepada VOC tidak pernah surut. Pemberontakan di seluruh Blambangan kini mengerucut menjadi pemberontakan/perjuangan yang lebih besar sebagai kelanjutan perjuangan Wong Agung Wilis dibawah pimpinan Pangeran Rempeg Jagapati yang berpusat di Bayu. Pangeran Rempeg Jagapati adalah kawan seperjuangan Wong Agung Wilis, dan keduannya memiliki darah Tawangalun. Seperti Wong Agung Wilis, Pangeran Jagapati juga seorang pimpinan yang kharismatis. Usaha Biesheuvel (Resident Blambangan) memadamkan pemberontakan ini melalui kekuatan kompeni di Blambangan gagal total. Pemberontakan ini menjadi lebih berkobar karena ternyata Wong Agung Wilis dengan bantuan Rencang Warenghay yang telah bertempur di selat Madura besama pimpian armada Blambagan Ditya Jala Rante telah berhasil melarikan diri dari Banda dan sampai di Bali dengan selamat. Dari Bali Wong Agung Wilis mendukung perjuangan. Maka pemberontakan Pangeran Rempeg Jagapati segera meluas keseluruh Blambangan (Jember, Lumajang, Bondowoso dan Situbondo). Para Bupati dan pejabat yang diangkat oleh Belanda yaitu Sutanegara,Wangsengsari, Suretaruna, juga memihak pemberontakan ini karena dengan beban upeti yang dituntut VOC serta tidak tahan melihat perlakuan komandan pasukan kompeni terhadap rakyat Blambangan, selain merampas harta rakyat juga melukan tindakan tak bermoral pada wanita Blambangan.
            Pada bulan Juli 1771, ketiga tokoh tersebut ditangkap dan dibuang ke Sri Langka. Pembuangan tokoh ini malah memperluas dan memperbesar kekuatan pemberontak.
            Pasukan kompeni frustasi menghadapi pemberontakan ini dan 74 anggotanya melakukan disersi dan bersamaan dengan itu Colmond berhenti dari jabatannya. Sebuah bencana bagi pemerintahan kompeni.
            Oleh karena itu pada 22 September 1771 Jendral dan Dewan Hindia Belanda di Jakarja memutuskan Perang semesta dengan Blambangan atau Tumpes Kelor/membunuh semua unsur perlawanan terhadap VOC.
            Kompeni bertekad melibas pemberontakan itu dengan melakukan serangan dari dua arah. Yaitu pengiriman pasukan melalui laut langsung ke Banyuwangi dan pengiriman pasukan lewat darat melalui Lumajang. Gelar pasukan laut yang dipimpin oleh Leitnant Montro dan Innhoof. Dalam gelar pasukan ini juga terdapat Vasco de Keling pimpinan pasukan reguler kompeni, sangkil pimpinan pasukan Surabaya, kapten Alap Alap (orang Madura yang menjadi tentara kompeni) pemimpin pasukan 2000 pasukan Madura. Gelar pasukan dari darat kompeni dibawah pimpinan kapten Kreygreg, kapten Henrich, Letnan Fisher, Leuitnant DE Kornet Tinne (perwira muda lulusan Akademi Militer Perancis yang tersohor di dunia) dan Singa Manjuruh senopati  dari Malang menyerbu dari Lumajang dan Panarukan. Pimpinan pasukan Blambangan Mandala barat R.Mas Puger dan Sayu Wiwit mendahului menghancurkan benteng Jember dan membunuh pimpinan benteng Steenberger, dan terus melaju menghancurkan pos penjagaan kompeni sampai ke Lumajang. Pimpinan Blambangan lainnya yaitu Lebok Samirana memimpin pasukan ke Puger, Ayu Prabu menghadang di Panarukan. Tetapi karena pasukan kompeni berlapis-lapis akhirnya pasukan VOC mengalahkan pasukan Blambangan Raden Mas Puger terbunuh bersama ribuan tentara Blambangan (Lumajang, Panarukan (Situbondo), Sentong (Bondowoso), Kedawung (Jember) gugur ke bumi pertiwi).
            Kematian Raden Mas Puger, mendorong Pangeran Rempeg Jagapati di Bayu mengirim pasukan sandi dipimpin Sradadi di Jagalara (kawan seperjuangan Baswi dalam perang Surabaya) dan untuk membalas kematian tersebut dengan membunuh Biesheuvel resident Blambangan di Ulupampang. Bieshuevel yang dirundung kegagalan meredam pemberontakan Blambangan selalu murung dan gelisah. Pada malam itu Biesheuvel tak sekejappun tertidur dan apabila tertidur kemudian menggeragap dan berteriak ketakutan (karena kawan-kawan yang mati mengernaskan dalam perang Wong Agung Wilis muncul dalam mimpi). Lewat tengah malam dia memanggil pengawal untuk menemani ke beranda lojinya. Hanya sekejap di Loji, sebuah peluru mendesir di pelipisnya, dan sebuah panah menancap dikaki. Sradadi dan Jagalara dari pasukan sandi Blambangan telah melaksanakan tugasnya dengan baik. Biesheuvel mengejang, tubuh membiru, dan mati mengenaskan. (November 1771).
            Hendrik Schophoff kemudian diangkat sebagai pimpinan Blambangan menggantikan Biesheuvel dan kemudan segera menetapkan strategi menumpas pemberontakan Pangeran Rempeg Jagapati :
Pertama         : Pasukan kompeni di Mandala timur harus mempertahankan                                     posisi, dan pasukan kompeni di Mandala barat harus                                         mempercepat perjalan menuju posisi tempur di timur.
Kedua             : Bumi hangus persediaan dan desa Wong Blambangan maka seketika                      itu, Lumajang, Jember, Situbondo, Bondowos, Banyuwangi menjadi                    lautan api.
            Dua setengah bula kompeni mengepung Banyuwangi namun tanda-tanda berakhirnya perang belum juga nampak, sesuatu yang memalukan kompeni dan mengguncang Batavia. Maka tepat pada tanggal 14 Desember 1771, kompenipun menetapkan penyerbuan ke benteng Bayu dimulai dan, HARUS MERUPAKAN SERANGAN MEMATIKAN.
            Satya A Nagari
Gelar pasukan VOC dari barat segera bergegas menuju ke timur, menemui Mayang, Kalisat. Desa-desa Blambangan sepi, demikian juga pasukan Kompeni yang menyerbu dari timur juga menemui Banyuwangi, tandah Perdikan Pakis, Lugonto Sepi. Loji kompeni di Muncar sudah tidak terawat lagi, Keradenan hanya menyisakan beberapa orang tua. Tanda kehidupan hanya berupa berkibarnya kain hitam yaitu tanda berkabung atas wafatnya Raden Mas Puger dimedan Barat. Pagi dini hari 14 desember pasukan kompeni, dibawah pimpinan kapten Kreygreg, kapten Heinrich, letnan Fisher, De Kornet Tinne telah mencapai Gunung Raung. Pimpinan pasukan Blambangan Ledok Samirana yang kalah di Puger membelot ke kompeni. Di Raung tentara Blambangan dibawah pimpinan Baswi, Sayu Wiwit, Sradadi, Yestyani menghadang kompeni.
            Dari arah Ulupampang (Muncar) tentara kompeni dibawah pimpinan Leitnan Inhoof, leitnan Montro, Vasco de Keling, leitnan Schaar, Sangkil, sedang dari arah Ketapang, pimpinan pasukan adalah Kapten Alap-Alap. Kedua kekuatan ini bertemu di Lugonto dan terus melaju ke Barat. Pasukan Blambangan menghadang di Lemahbang Dewo, Alasmalang dan Gambor. Yang dipimpin Singomanjuruh senopati Malang yang membelot untuk mendukung Blambangan bersama, Ayu Prabu, Gusti Tangkas (pasukan Bali) dan Rempeg Jagapati.
            Ketika matahari telah mencapai sepenggalah, medan barat dan medan timur dikejutkan melesatnya ratusan anak panah disertai bunyi tembakan dan dentuman meriam. Pasukan kompeni di Raung tidak siap. Roboh berjatuhan terkena terjangan mesiu, dan panah beracun. Mereka yang terkena anak panah mengejang kesakitan kemudian tubuhnya membiru. Kompeni langsung membalas serbuan tersebut dengan tembakan gencar bedil dan kanon, seakan membelah bumi Raung. Seketika serangan Blambangan berhenti dan sunyi. Maka dengan teriakan kemenangan pasukan kompeni mengejar pasukan Blambangan menerobos masuk hutan. Ternyata tidak ada satu mayatpun yang ditemukan dan membuat pimpinan kompeni tidak mampu menahan malu dan marah. Belum lepas marah dan malu. Tiba-tiba muncul serbuan tawon yang membuat tentara kompeni kocar-kacir, kompenipun masuk dalam jebakan. Lari kocar-kacir tertusuk Songga (Bambu Runcing beracun, yang apabila terinjak menusuk dari dua arah) dan apabila terjatuh terkena Cula, (Bambu Runcing beracun 10m), keduanya mengakibatkan kematian ayng menyakitkan, tubuh mengejang kemudan membiru, membuat hutan Raung penuh teriakan kesakitan, sumpah serapah, dan jeritan yang mengerikan. Di medan timur, Sangkil terkena Songga, dan Vasco de Keling, terjerembab kemudian terkena cCUla, kejang dan mati. Leitnant Montro terserempet panah bahunya dan leitnat Inhoof terkena panah dipelipis kirinya, (luka kecil yang dikira tidak membahayakan ternyata menyebabkan kematian). Inilah gelar perang Supit Urang yang dimodifikasi oleh Baswi, mantan Veteran perang Surabaya, dan guru Wong Agung Wilis.
            Di medan timur leitnant Montro dan Inhoof tidak dapat lagi menahan marahnya, dan akibatnya tujuh orang pemandu jalan dipenggal kepalanya. Di medan barat kapten Kreygreg marah besar, dan menganggap Lebok Samirana sengaja menjebak kompeni, kemudian menembak Lebok Samirana berkali-kali sehingga darah muncrat dari seluruh tubuhnya.
            Kapten Kreygerg yang telah bertempur dari Lumajang membaca strategi Blambangan dan oleh karenanya melakukan jebakan. Dalam aturan Manggala Yudha Majapahit jika panglima perang sudah saling melihat maka menjadi kewajiban pimpinan perang langsung berhadapan dalam perang tanding satu lawan satu. Maka Kreigerg pun berusaha menampakkan wajahnya, dengan teriakan perang dan matanya menyapu medan dan menatap mata pimpinan perang Blambangan Baswi. Maka seketika darah ksatria Blambangan itu mendidih, dan memacu kudanya menyerbu Kapten Kreygerg. Kapten Kreygerg jangankan maju, malah mendapat perlindungan ketat dari serdadu kompeni dan Baswi menjadi makanan empuk peluru Belanda. Sekujur tubuhnya penuh luka tembak tetapi Baswi masih mampu mengibaskan pedan dan membunuh tentara kompeni. Ketika sebuah tembaan kanon tepat mengenai Baswi, maka Baswi bersama kudanya terpental kelangit. Dan hanya sebuah teriakan singkat: Satya A Nagari. Desak nafas terakhinya itu membawa suara itu ke langit biru.
            Bela Pati
Setelah pertempuran Raung, pasukan Blambangan ditarik mundur ke Bayu dan menjadikan sebagai hari berduka bagi Blambangan. Gugurnya Baswi, Veteran perang Surabaya, yang berhasil merebut meriam dan bedil dari Belanda, juga guru Wong Agung Wilis, serta teladan Satya A Nagari, sungguh sebuah kehilangan besar. Lebih dari itu kematiannya sangat menyakitkan para ksatria Blambangan. Tipu daya Kapten Kreygerg tidak akan pernah termaafkan. Disamping berduka karena gugurnya Baswi, pasukan Blambangan juga berbahagia menerima Singomanjuruh pimpinan pasukan Mataram yang membelot dari kompeni. Untuk menebus gugurny Baswi dan Raden Mas Puger, perang besarpun harus dipersiapkan. Strategi tempur Supit Urang perlu diganti, tetapi aturan perang Majapahit tidak boleh ditinggalkan.
            Sementara kapten Kreygerg dan Henrich setelah pertempuran itu meneruskan perjalanan menuju Bayu, mereka memilih jalan yang formal dengan penuh ke hati-hatian. Didepan dipasang batang pisang yang ditarik kerbau, sehingga apabila ada Songga atau Cula akan menembus kerbau atau batang pisang. Namun ketika pasukan terkena Songga atau Cula, maka tak ayal lagi desa Blambangan disekitar tempat itu dibakar dan dihancur leburkan. Temuguruh dijadikan lautan api, karena dianggap sebagai pusat Logistik Bayu. Pengungsian besar-besaran dari Temuguruh menuju Kedungliwung dikenang rakyat Blambangan dengan lagu Podo Nonton. Dan pada tanggal 18 pagi pasukan kompeni Mandala barat telah berada pada posisi.
            Kabar bumi hangus kompeni sampai ke Bayu. Dan dari Bayu hanya ada satu tekad, Bela Pati Satya A Nagari. Strategi tempur yang dipilih Ombak Samudro (serangan dilakukan bergelombang dibawah pimpinan tempur, tidak seperti yang dilakukan Baswi). Ombak Samudra adalah sebuah strategi yang membutuhkan tingkat keahlian tempur dan disiplin.
            Walaupun kompeni telah membakar persediaan pangan dan desa Blambanga ternyata tak setitikpun membuat Wong Blambangan ngeri dan takut perang. Kali ini serang dimulai oleh kompeni dengan menembakkan meriam dan kanon, dan bergerak dengan cepat menuju Bayu, seakan akan tanpa perlawanan. Ketika tidak ada perlawanan sama sekali, pasukan kompeni memburu maju, tanpa terduga muncul gelombang penyerbuan tiada berhenti. Seketika leitnan Fisher tersungkut karena tembakan, dan kapten Kreygerg tertembus panah. Kapten Kreygerg seperti merak yang terkena panah, mengalami penderitaan yang luar biasa, kemudian mati menebus kematian Baswi. Dari pasukan Blambangan Sayu Wiwit dan Sradadi dikabarkan gugur tetapi tidak diketahui jenazahnya.
            Singomanjuruh menjadi Singojuruh
Di Mandala timur, pimpinan perang dari Blambangan, Singomanjuruh Veteran perang Malang, pengawal Adipati Malang dan Blitar memimpin perang dengan heroik bertempur sampai titik darah penghabisan dan gugur. Pada tempat gugurnya dipersembahkan namanya, Singomanjuruh, tetapi kemudian kita mengenalnya dengan Singojuruh.
            Di Mandala timur 700 orang pasukan dan dua komandan perang (Sangkil dan Vasco de Keling) meninggal mengenaskan, dan dua komandan perang kompeni leitnant Montro dan Inhoof terlukan kena panah beracun. Dan racun warangan yang tak ditangkal secepatnya itu telah menyebar dalam tubuhnya, menjadikan darah menggumpal dan menyumbat aliran darah, dan mematikan syaraf menyebabkan rasa sakit luar biasa. Kedua orang itu mengerang kesakitan semalam suntuk, dengan tubuh secara perlahan membiru. Tim kesehatanpun tidak mampu mengobati.
            Sedang leitnant Schaar dan Kapten Alap-Alap, terhindar dari kematian.
            Puputan Bayu
Pil pahit tanggal 18 Desember 1771 mengingatkan tentara VOC veteran perang Wong Agung Wilis, bahwa Blambangan adalah Mawar Berbisa (negeri yang lebih indah dan subur serta sangat bernulai dibanding Mataram, tetapi menyebarkan maut setiap saat). Dalam perang Wong Agung Wilis yang besar itu, Kapten Van Reiyks, Mayor Blanke, dan Mayor Coop de Groen, melayang nyawanya bersama ribuan pasukan gabungan.
            Pengalaman buruk itu pada tanggal 18 Desember, membuat kompeni memperkuat serang pagar betis, dan penyerbuan tanpa henti pada tanggal 19 Desember. Serangan Brutal dan tanpa ampun. Prajurit Blambangan yang tertangkap digantung di pohon atau dibakar hidup-hidup. Dalam serangan brutal ini de Kornet Tinne tertembak peluru, Leitnant Schaar terjebak Cula kemudian tertebas pedang. Serangan ke Bayu semakin gencar dan perlawananpun tak kunjung reda. Kini tinggal kapten Henrich di Mandala barat dan Kapten Alap-Alap di Mandala timur.
            Kapten Alap-Alap, sebagai orang Madura memahami benar aturan Manggala Majapahit. Dan ingin secepatnya meraih kemenangan. Maka kudanya melesat mendahului pasukan dan menantang Pangeran Rempeg Jagapati. Sebagai ksatria Blambangan, adalah keharusan untuk menghadapi tantangan, walaupun semua pimpinan perang Blambangan mengalangi karena diyakini sebagai jebakan kompeni. Dengan mengenakan pakaian kebesaran Blambangan, Pangeran Rempeg Jagapati menyosong kedatangan kapten Alap-Alap. Sebuah perang tanding menggunakan pedang terjadi Pangeran Rempeg Jagapati berhasil melukai tubuh kapten Alap-Alap, dia oleng dan hampir jatuh tetapi bersamaan dengan itu, pasukan kompeni menghujani tembakan ke Pangeran Rempeg Jagapati. Tubuh pangeran bersimpah darah, tetapi masih tetap bertahan di kudanya, mengarahkan pandangan sinis ke Kapten Alap-Alap, ternyata kompeni tetap sajak pecundang. Kapten Alap-Alap emosinya membara, teriak histeris menyesali perbuatan kompeni, kudanya terkejut (mberjak) dan melempar kapten Alap-Alap ke bumi dan mati naka gagal mati sebagai ksatria (mati dipedang lawan). Demikian juga Pangeran Rempeg Jagapati gugur dalam laga Ksatria. Bersamaan dengan itu, serbuan dalam jajar Mandala gelombang Samudra prajurit Blambangan tak terbendung menggempur karang pasukan kompeni jumlahna berkali-kali lipat dengan persenjataan yang lebih modern. Tidak ada kata menyerah bagi ksatria Blambangan, yang ada hanya Belapati, Setya A Nagari. Inilah perang sampai titik darah penghabisan dan sampai semua prajurit gugur (Puputan Bayu) menjelang bang-bang kulon, ketika matahari memerah di sebelah barat, medan pertempuran telah selesai. Anak dan ibu lari masuk huran Indrawana, dalam ketakutan dan isak tangis yang memilukan. Bayu tiba-tiba mendung, tiada suara, sunyi, sepi, suara anginpun tidak terdengar. Alampun Bayupun bersedih, menangis, hujan rintik-rintik membasahi bumi Dengarlah suara alam ini, dengan hatimu.
            Belapati, Setya A Nagri
DIRGAHAYU BLAMBANGAN. DIRGAHAYU BANYUWANGI TANAH TIGA NAGARI BLAMBANGAN (BAYU, MACAN PUTIH, KOTA LATENG)
17 Agustus 1945
            Semangat membara Setya A Nagri Wong Blambangan ternyata tidak pernah pupus. Seorang putra kelahiran lembah gunung Raung, Latief Hendraningrat, mengibarkan bendera merah putih besama dua orang kawannya, didepan Bung Karno dan Bung Hatta. Dan Bung Karno dengan lantang membaca Proklamasi Kemerdekaan, dan pada hari itu telah berkibar sang saka merah putih di Banyuangi.
Catatan
1. Hasan Ali, sekilas perang Puputan Bayu, mengutip pendapat Lekkerkerker 1923, 1056 diakui sebagai peperangan paling menegangkan, paling kejam “De Dramatische Vernietiging Het Compagniesleger)
2. hadiah Dika Bwi dalam buku ini peranan Pangeran Rempeg Jagapati (rempeg) kurang menonjol, meskipun sumber sejarah lainnya menunjukan peran Pangeran Rempeg Jagapati sangat menonjol. Malah Pemda dan DPRD telah mengajukan Pangeran Rempeg Jagapati sebagai pahlawan nasional. Belanda menyebut perang Pseudo Wilis.
3. Colmond, komandan pasukan kompeni, veteran Wong Agung Wilis.
4. Hasan Ali, sekilas perang Puputan Bayu, Pemda Banyuwangi, menekankan pertempuran di Banyuwangi saja.
5. berdasar sumber lainnya Raden Mas Puger meninggal dalam serangan benteng Banyualit.
6. Wallacea, ahli flora dan fauna yang membelah Indonesia dengan garis Wallacea, mengungkapkan pohon Anchar (beracun) Blambangan dijaga dua iblis mematikan. Stanford Raffles. History of Java.
7. DR (Leiden university) Sri Margana dosen UGM, mengakui kehebatan prajurit Blambangan dalam strategi yang disesuaikan dengan penguasaan wilayah, dan digdaya (prajurit Blambangan kebal terhadap senjata, sehingga dijadikan ajang uji coba senjata-senjata baru yang dibuat Mataram, baik keris maupun tombak. Jika mampu membunuh orang Blambangan, maka senjata itu dianggap sakti dan layak dipakai perang oleh Mataram.). Mereka berperang secara Gerilya : menyerang mendadak kemudian bersembunyi, serta membuat perangkap dan jebakan di jalan-jalan dan diatas pohon. “Musuh sering diarahkan ke suatu tempat di mana perangkap-perangkap telah disiapkan,” ujarnya.
            Mengingat orang-orang ini sangat digdaya (sakti), dan pandai berperang dalam perkembangan lebih lanjut, dibentuklah prajurit Blambangan di keraton Surakarta. Pada tahun 1755, ketika perjanjian Giyanti ditanda tangani, maka prajurit Blambangan di bagi dua. Sebagian untuk keraton Surakarta, sebagian keraton Yogyakarta.
            Negara Kertagama, Mpu Prapanca, mengakui Blambangan sebagai andalan Majapahit. Thomas Stanford Raffles mengutip pernyataan Sultan Agung bahwa, masih ada dua kerajaan yang paling berbahaya belum terkalahkan yaitu Sumedang dan Blambangan.
            Cortesao, dikutip Herusantosa (1787:13), merujuk Tome Pires, menyebut “rakyat Blambangan sebagai rakyat yang mempunyai sifat “Warlike”, suka berperang dan selalu siap tempur, selalu ingin dan berusaha membebaskan wilayahnya dari kekuasaan pihak lain”.
            Scholte (1927:146) menyatakan “... rakyat Blambangan tidak pernah sama sekali padam, dan keturunannya yang ada sekarang merupakan suku bangsa yang gagah fisiknya dan kepribadian serta berkembang dengan pesat, berpegang teguh pada adat istiadat, tetapi juga mudah menerima peradaban baru”.
            Prabu Tawangalun, raja kerajaan Blambangan, juga menetapkan persyaratan kepemimpinan yang sangat ketat dalam memilih pimpinan Blambangan. Syarat-syarat yang ditetapkan oleh Prabu Tawangalun adalah KALOKA (memiliki visi), PRAWIRA. WIBAWA BAHASA (menguasai bahasa perdagangan).
            Pasukan ini dibubarkan pada zaman Pakubuwono ke III. Tetapi dihidupkan kembali pada Pakubuwono ke 4. (1788 sd 1820). Dibawah wewenang Mangkubumi II, dan diberi tanah Pardikan.
8. Hasnan Singodimayan, Cliping kumpulan tulisan, “tetapi saya dengan suatu persyaratan, jika pada judul pertamanya “Perang Bayu”, saya tambah dengan Prang Puputan Bayu”, sebab saya mengagumi nilai kejuangan yang heroik.
9. Berdasarkan kesaksian Laksamana Madya Gatot Suwardi (80 tahun), putra Blambangan. Saat bercerita pada penulis pada oktober 2011.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Babad Blambangan

BABAD BLAMBANGAN             Babad Blambangan merupakan karya sastra klasik yang berasal dari daerah Blambangan. Daerah Blambangan merupakan negeri yang dikelilingi oleh laut.   Daerah ini di luar batas Gunung Bromo dan Lamajang. Babad merupakan kumpulan dari tulisan-tulisan bahasa kias yang bermuatan cerita-cerita sejarah. Babad Blambangan adalah karya sastra yang berisi data-data sejarah di sekitar Blambangan.             Babad Blambangan bukan merupakan satu karangan utuh namun kumpulan dari beberapa babad yang ditulis pada tahun yang berbeda-beda. Aksara yang dipakai untuk menulis babad adalah aksara Jawa, Bali, Pegon, dan Latin. Babad-babad yang menyusun Babad Blambangan adalah Babad Sembar, Babad Tawang Alun, Babad Mas Sepuh, Babad Bayu, dan Babad Notodiningratan. 1.        Babad Sembar Babad Sembar ditulis dalam bahasa Jawa d...

Logo Banyuwangi

LOGO KOTA BANYUWANGI(1800) Logo kota Banyuwangi pertama bergambar keris yang menancap di air, belum ada referensi arti lambang tersebut. menurut pandangan saya sendiri logo bisa diartikan bahwa memperebutkan kota Banyuwangi dengan Harta dan Nyawa. Dimana kita tahu Perang Bayu menghabiskan dana 8 ton Emas, dan banyak serdadu Belanda yang tewas. Logo kedua melambangkan Pedang dan Air yang diapit 2 singa. belum ada Referensi tentang arti lambang ini. Mungki dengan arti yang sama dengan logo ke-1. Yang tahu cantumkan di comment sc:banjoewangietempoedoeloe

Peta dan Sejarah Kota Blambangan Muncar

PETA KOTA BLAMBANGAN TAHUN 1726 DI SEKITAR MUNCAR Asal Usul Nama Muncar Muncar, merupakan salah satu Kecamatan yang ada di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Kecamatan ini terletak di bagian timur Kabupaten Banyuwangi, kurang lebih 35 km dari jantung Kota Banyuwangi dan berbatasan dengan Selat Bali. terdapat 10 desa dalam Kecamatan ini dengan luas keseluruhan kurang lebih 8.509,9 ha. Kecamatan Muncar adalah sebuah Kecamatan sebagai Penghasil Ikan Laut terbesar di Kabupaten Banyuwangi dan Provinsi Jawa Timur. Selain itu di Kecamatan ini merupakan sentra penghasil semangka terutama di desa Tembokrejo dan Bangorejo. Namun sejak tahun 2010 kinerja dan hasil penangkapan ikan kawasan ini mengalami penurunan. Mengapa daerah penghasil ikan ini diberi nama Muncar? Apa yang melatarbelakangi terbentuknya nama tersebut? Berikut adalah beberapa pendapat mengenai asal mula terbentuknya nama Muncar. Menurut HR. Suparjo Denowo, penduduk asli Kecamatan Muncar, Dusun Muncar berasal da...